Jakarta (ANTARA
News) - Ketua DPD RI Irman Gusman mengatakan pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di Indonesia hanya melahirkan segelintir orang super kaya dan
membuat kesenjangan sosial ekonomi di negara ini semakin besar.
"Pertanyaannya
apakah potensi pertumbuhan ekonomi yang besar bisa melahirkan
pertumbuhan yang merata, adil, dan berkelanjutan? Faktanya justru
kesenjangan sosial ekonomi makin menganga," kata Irman dalam acara
Seminar Nasional "Mewujudkan Pertumbuhan yang Berkeadilan dan
Berkelanjutan" di Jakarta, Senin siang.
Irman kemudian memaparkan
data jumlah orang kaya Indonesia dalam Global Wealth Report yang
dilansir Credit Sussie pada 11 Oktober. Dalam laporan tersebut tercatat
Indonesia memiliki 104 ribu orang kaya, dan jumlah tersebut diperkirakan
naik 99 persen hingga menjadi 207 ribu orang kaya.
Tak hanya
itu, Indonesia juga diperkirakan menjadi satu dari lima negara dengan
laju pertumbuhan orang kaya tertinggi di dunia bersama Brazil, Rusia,
Malaysia, dan Polandia.
Global Wealth juga melaporkan selama satu
tahun terakhir, jumlah orang kaya dengan nilai harta di atas 30 juta
dolar AS di Indonesia telah meningkat 4,7 persen menjadi 785 orang.
Dari
jumlah tersebut, miliarder dengan rata-rata kekayaan minimal 2 miliar
dolar AS tercatat berjumlah 25 orang, sementara kalangan super kaya
Indonesia dengan kekayaan minimal 30 hingga 49 juta dolar AS berjumlah
380 orang.
"Total 405 orang super kaya di Indonesia itu punya
total kekayaan mencapai 120 miliar dolar AS (Rp1,150 triliun) atau
sekitar 80 persen dari APBN 2012," ungkap Irman.
Padahal, menurut
data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin
Indonesia masih cukup tinggi walaupun telah berkurang dari 2011. Pada
Maret 2012 penduduk miskin Indonesia berjumlah 29,13 juta orang atau
sebanyak 11,96 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia.
"Paradoks
ini menunjukkan ada kesalahan paradigmatik yang cukup fatal dalam
mendesain pertumbuhan. Orientasi kita bagaimana mengejar pertumbuhan
angka makro, tanpa melihat apakan pertumbuhan makro sudah sejalan dengan
konstitusi," kata Irman.
Lebih lanjut, menurut Irman, di
Indonesia masih terjadi sentralisme ekonomi di mana konsentrasi
investasi dan peredaran uang lebih banyak ada di Pulau Jawa.
"Kalau
peredaran uang dipakai sebagai indikator, 65 persen peredaran uang ada
di Jabodetabek, 25 persen di luar Jabodetabek tapi maish di Pulau Jawa,
sementara 10 persen di provinsi lainnya. Kalau industri, jelas 80 persen
ada di Pulau Jawa terutama Jabodetabek," tambah Irman.
"Di satu
sisi, demokratisasi memberi kebebasan politik dan pers, namun di sisi
lain belum sejalan dengan domkratisasi ekonomi. Hal ini juga membuktikan
orientasi pertumbuhan makro ternyata belum menjamin terwujudnya
keadilan dan pemerataan," pungkas Irman.
Selanjutnya...